Article : Tribun Jogja #theCandras

Iya, memang ada beberapa perbedaan antar budaya ya.. Hanya perlu cari keseimbangan aja, gimana caranya supaya kedua budaya dapat selaras, bagaimana kita juga pandai menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.. Balancing both cultures for getting the best of it.. 🙂

Check out the article here:

Artikel Tribun Jogja

Begini Cara Istri Eross Candra Sheila on 7 Membudayakan Makan Sayur dan Buah

Kamis, 22 September 2016 15:21
Begini Cara Istri Eross Candra Sheila on 7 Membudayakan Makan Sayur dan Buah
TRIBUNJOGJA.COM | Hamim Thohari
Sarah Diorita

Laporan Reporter Tribun Jogja, Gaya Lufityanti

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Dibesarkan di dua budaya, membentuk Sarah Diorita menjadi sosok yang mandiri.

Memiliki orangtua seorang ibu berwarga kenegaraan Prancis dan ayah berwarga kenegaraan Indonesia, Sarah lahir di Yogyakarta, sempat menempuh masa kecil di Prancis, dan kini ia banyak menghabiskan waktunya di Yogyakarta.

Budaya Prancis dan Indonesia yang berbeda, membuat Sarah banyak belajar dan memadukan keduanya di kehidupan sehari-hari.

Tak jarang, budaya keduanya sangat bertolak belakang, sehingga Sarah pun mengambil jalan tengah untuk diikutinya.

Budaya makan misalnya, Prancis sangat konvensional untuk urusan makan sekeluarga di meja makan.

Bahkan, mereka bisa berlama-lama di meja makan, hanya untuk menyantap makanan dan bercakap dengan seluruh anggota keluarga.

”Makan di meja makan itu lebih menekankan pada aspek sosialnya, yakni berbicara dan menikmati makanan,” ujar Sarah saat ditemui di Lokaloka Bistro, Kamis (15/9/2016) lalu.

Namun berlama-lama di meja makan tidak menjadi budaya yang mengakar di Indonesia, sehingga iapun harus mengimbangi kebiasaan tersebut.

Sejak bersuamikan Eross Candra, Sarah memang merutinkan makan di atas meja makan minimal sekali dalam sehari.

Namun sesekali juga, Sarah memberikan waktu santai pada keluarganya untuk makan sambil menonton televisi bersama-sama.

Memasak

Budaya memasak sendiri juga dibawanya ke keluarganya di Indonesia.

Halaman

123

 

Article : Tribun Jogja September 22, 2016

Mengetahui bagaimana makanan/minuman yang kita konsumsi itu penting. Ketika sudah tahu, atau kurang lebih tahu lah, kemudian keputusan untuk mengkonsumsi atau tidak ada pada kita, but at least kita sudah mencari tahu dan mempertimbangkannya.

Lalu pertanyaan berikutnya yang muncul adalah: “bagaimana kita bisa tahu mana yang baik untuk kita dan mana yang tidak??”. Di sini “PR”/tugas dari kita masing-masing untuk memahami tubuh kita. Itu adalah sebuah proses, not easy, but important to be understood, .. Itu yang kita suka tidak punya kendali; kita mengikuti emosi sesaat saja yaitu makan untuk merespon emosi yang dangkal. Lalu makan makanan yang tidak sehat makin menambah lapisan yang menyulitkan kita untuk merasakan apa yang sebenarnya tubuh kita inginkan/perlukan.

Saya sendiri masih suka makan tidak/kurang sehat, tetapi mencoba untuk menyadarinya dan kemudian “minta ampun” dan kembali ke yang benar (hehehe), karena saya merasakan bahwa yang saya makan itu tidak terasa enak untuk tubuh saya. It’s no big deal, itu bagian dari balancing atau mengimbangi. We need to balance out things in life, we need to socialize, to adjust ourself to others, tapi yang penting kita tetap sadari semua itu.

Bumbu itu menyenangkan dalam memasak, tetapi kita terkadang jadi lupa dengan rasa asli bahan makanan, apalagi dengan bumbu kimia yang bahkan kita bingung terbuatnya dari apa. Belajar tentang rasa itu penting dan sangat menarik. Seperti yang saya katakan di dalam artikel ini, ketika memasak saya seperti melakukan problem solving di kepala : A + B + C = pasti enak deh. F +H + Z = noooo!

Saya bukan ahli gizi/kesehatan. Saya hanya belajar dari pengalaman dan memang ada beberapa hal teoritis yang perlu diketahui ketika memasak dan itu saya masih terus belajar. Kalau teori begitu memang belajarnya dari orang lain, buku dan sebagainya. Hal-hal teoritis atau “hukum memasak” seperti penggunaan minyak saat memasak; tidak semua minyak cocok dan sehat ketika kena panas. Bagaimana kita memasak sayur agar kandungan di dalamnya tidak hilang. Semua itu memang perlu dipelajari untuk melengkapi konsep sehat kita. Dan perlu diingat bahwa masing-masing dari kita berbeda dan berada di tahap yang berbeda juga. Jangan pernah boleh minder, but keep on doing what’s good for you at the moment, feel what you need.

Good night

XOXO – Sarah

 

Check out the article here :

Artikel Sarah Diorita Tribun Jogja

 

Sarah Berbagi Pengetahuan Makanan Sehat

Kamis, 22 September 2016 15:26
Sarah Berbagi Pengetahuan Makanan Sehat
TRIBUNJOGJA.COM | Hamim Thohari
Sarah Diorita

Laporan Reporter Tribun Jogja, Gaya Lufityanti

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Dalam hidup, Sarah Diorita memiliki komitmen untuk berbagi mengenai pengetahuan yang ia miliki.

Termasuk soal makanan sehat yang kini menjadi ketertarikannya.

Visi untuk berbagi makanan sehat ini terwujud dalam bisnis kulinernya, Lokaloka Bistro yang tengah berjalan 2,5 tahun belakangan ini.

Melalui Lokaloka Bistro, Sarah ingin memperkenalkan menu-menu sehat yang bisa dimasak sendiri di rumah namun tetap enak disantap.

”Saya ingin berbagi ke orang bahwa makanan sehat itu juga bisa enak kok,” kata pehobi membaca dan mendengar musik ini.

Sarah melihat bisnis kulinernya ini akan menjadi bisnis jangka panjang dengan memiliki visi Lokaloka Bistro sebagai tempat pertemuan, laboratorium sekaligus tempat orang-orang berbagi koneksi maupun pengetahuan.

”Saya ingin tempo perjalanan Lokaloka Bistro ini sesuai tarikan nafas saya sendiri. Karena bisnis ini sangat personal bagi saya, sehingga perkembangannya pun disesuaikan dengan kemampuan saya,” tambahnya.

Kebiasaan memasak sendiri di rumah yang sudah diperkenalkan keluarganya sejak kecil, menjadi modal tersendiri bagi Sarah untuk hidup sehat maupun menjalani bisnis kulinernya.

Sang ibu yang ahli memasak dengan minim bumbu, mengajarkannya banyak hal, terutama ia jadi mengetahui rasa asli bahan makanan tersebut.

”Berkat kebiasaan itu, aku seolah punya kamus rasa, sehingga ketika mau masak masakan tertentu Cuma tinggal bayangkan saja hasilnya akan seperti apa,” lanjutnya.

Ke depan, Sarah berencana ingin berbagi pengalamannya lewat makanan melalui Blog.

Tidak hanya pengalaman selama ia di Yogyakarta, melainkan juga di Perancis.

Blog sendiri dipilih karena ia bisa berkreasi dengan bebas dan berbagi baik melalui tulisan maupun video. (tribunjogja.com)

#theCandras Trip to Pasar Kranggan

Halo!

Jadi inilah post pertama di blog pribadi saya ini. Saya akan mencoba untuk rajin menulis dan bercerita seputar keluarga, masakan, travelling dan lain-lainnya yang ingin saya bagikan ke teman-teman semua.

Sudah cukup lama sebenarnya kami tidak main ke pasar tradisional. Entah kenapa, karena sayang sekali, selain harga jauh lebih rendah, banyak pilihan dan ada sensasi tersendiri; bertemu penjualnya langsung, bisa tanya-tanya, sungguh ada interaksi yang mungkin tidak kita dapatkan ketika ke supermarket. Memories of childhood definitely comes back when going to a traditional market. Mungkin karena termasuk jarang sehingga ketika ke sana maka senang dan kalapnya luar biasa. Justru dulu saat kecil lebih sering ke Pasar karena mungkin mall dan supermarket belum menjamur seperti sekarang. Banyak sekali tempat-tempat indah dan menarik yang dapat didatangi di Jogja.. Hopefully lebih banyak kesempatan lain untuk explore sudut-sudut Jogja bersama keluarga.. 🙂 Silakan kalau ada info tempat atau hal menarik yang bisa dilakukan #theCandras di Jogja yaa..

Jadiii, pada hari itu, usai menjalankan ibadah Idul Adha, kami berjalan-jalan sambil mencari ide sarapan. Kemudian kami teringat pada jajanan pasar dan memutuskan untuk ke Pasar Kranggan yang ada di dekat Tugu. Tidak semua penjual datang, mungkin karena tanggal merah ya.. Walau demikian kami sekeluarga sangat menikmati momen di sana.

Sebenarnya di dekat Pasar Kranggan ada satu toko kue dan jajanan pasar yaitu Trubus. Kami lebih sering ke situ jika dibandingkan dengan pasar tradisional, kenapa ya? Anyway, kami parkir dan masuk ke dalam pasar. It’s amazing how organised sellers are at traditional markets. They know exactly what to bring, how to prepare etc. Masih thumbs up dan salut sekali untuk para penjual di pasar ketika mengingat momen tersebut.

Apa saja dijual di pasar tersebut. Tiap pasar memang berbeda; Pasar Kranggan termasuk salah satu yang menurut saya sangat lengkap apalagi untuk jajanan pasar dan snack. Mulai dari makanan tradisional sampai ke snack yang modern tapi “jadul” ada.

Yang paling dicari sebenarnya adalah Jenang (bubur) Gempol, favorit Ayah Eross. Kemudian juga Tiwul dan Lupis. It was good! A fun fun activity to do with family or friends.

Bagaimana dengan teman-teman? Jika disuruh pilih, lebih senang ke pasar tradisional atau ke supermarket? Atau mungkin dua-duanya? Yang pasti pasar tradisional adalah tempat yang menyenangkan sekali dan memiliki suasana yang tidak bisa tergantikan oleh supermarket..

Happy weekend!