“Pain Perdu” aka French Toast

Halo!

Maafkan saya ya, sudah lama sekali tidak mengisi blog saya ini.. So much things to do, new opening hours at Lokaloka Bistro jadi banyak yang harus disiapkan dan dimatangkan. Tidak terasa sudah 2.5 tahun sejak Lokaloka Bistro berdiri.. Progress nya mungkin tidak secepat itu tetapi Alhamdulillah banget bisa saya jalani dengan ritme saya pribadi, mengimbanginya dengan tugas utama saya sebagai seorang ibu dan istri. Saya ingat di awal memang jauh lebih “gila” daripada sekarang, ya namanya juga apa-apa saya kerjakan sendiri (recipe development, jualan, itung-itung, mikir ke depannya dan banyak lainnya), but no complaining.. The progress that Lokaloka Bistro has made is making me proud of all the people who are involved in it (terimakasih ya Team Lokaloka Bistro dan Café LIP Lokaloka!). Dukungan ibu, suami, anak dan keluarga saya menjadi salah satu berkah yang setiap saat saya syukuri.

I think being a wife and a mom doesn’t mean you gotta stop doing what you love.. It’s not easy but you must find the balance. Itu sebuah pilihan menurut, nothing wrong with all the different decisions moms and wives make. Every decisions have consequences 🙂

Menurut saya, memiliki “me time” itu penting; sebagai manusia yang punya perasaan dan juga otak penting untuk terus belajar.. Menurut saya itu justru membuat hubungan rumah tangga semakin harmonis; sama-sama belajar dan berbagi pengetahuan baru, and most importantly, di situ kita makin mengenal satu sama lain dan together we grow.. Couples support each but also remind one another. Couples should be grateful and happy to see both of them learning from each other. Itu yang membuat kita fall in love over and over again.. The beauty in a couple is that we might have some different passions but we know we have each other to support our back, bukan berarti terus misal suami saya harus nyemplung dan ikut belajar masak tetapi melihat saya enjoy di bidang itu dia juga ikut bahagia dan mendukung. Begitu juga saya, pengetahuan tentang musik, gitar dan lainnya yang digeluti suami, saya tidak paham semuanya. But I know that’s what he truly loves doing so it makes me happy; bahagia melihat pasangan kita berkembang.

Begitu juga dengan anak, saya cenderung mengajak anak untuk juga ikut serta dalam aktifitas saya ketika memungkinkan. Menurut anak juga bisa belajar sejak mungkin usia toddler, bahwa orang-orang di sekitarnya juga memiliki aktifitas lainnya. Tidak hanya dia bisa belajar banyak hal lainnya tetapi juga membuatnya lebih mandiri dan menghargai keberadaan orang lain. Selain itu, anak jadi lebih fleksibel dan mampu menyesuaikan diri dengan lebih mudah. All this done with lots of love of course. I learned this from my mom and Alhamdulillah Pitu adalah anak yang termasuk sangat mudah dan menyenangkan.

But knowing your priorities is your boundary; dengan mengetahui prioritas kita serta tanggung jawab kita maka kita kemudian bisa menentukan bagaimana mengerjakan semua itu dan membagi waktu dengan tepat. Not easy, moms wives must know.. But it’s part of learning and it is possible.. Saya pun masih terus belajar dan masih harus banyak belajar, it’s also a process, we explore and also get to know ourself, kita mau ngapain selama hidup ini, what’s our purpose in life. Semangat ya para ibu dan istri! Juggling is our job.. Just know your priorities to stay on balance.


Anywayyyy… Saya ingin sekali berbagi resep-resep praktis, mudah dan sehat.. Pelan-pelan ya, doakan bisa lebih sering lagi..

Ini salah satu resep andalan sarapan di #theCandras :

PAIN PERDU atau mungkin lebih dikenal orang “French Toast”

Processed with MOLDIV

OK, so PAIN PERDU bahasa Prancis itu artinya “Roti yang Hilang”.. My guess would be mungkin “hilang” karena dibalut campuran susu dan telur itu kali yaa..

Ini resep yang andalan ketika punya roti yang mungkin udah beberapa hari, kalau dimakan begitu saja sudah kehilangan kelembabannya (tapi bukan kadaluarsa yaaa hehehe).

It tastes sooo good! Pitu is one big fan! Cepat dan cocok untuk sarapan.

Intinya ini adalah roti dicelup ke dalam campuran basis telur, susu dan gula. Banyak sekali tambahan yang bisa digunakan untuk membuatnya sedikit berbeda.


– PAIN PERDU –

Bahan-bahan :

1 Telur ayam kampung

1/2 cup susu

1 1/2 tbsp (sdm) gula pasir

Roti tawar (bisa juga roti lainnya)

CARA :

  1. Kocok telur, susu dan gula sampai tercampur semua.
  2. Panaskan teflon (api kecil-sedang saja) dan oleskan minyak nabati tak berbau (canola/sunflower oil) dan tambah sedikit butter (this makes a great brown color and it’s super tasty!)
  3. Celup 1 lembar roti ke dalam campuran basah tadi. Pastikan semua sisi terkena campuran telur, susu dan gula.
  4. Masak di teflon hingga sisi bawah kecoklatan. Kemudian balik dan masak sisi satunya
  5. Sajikan dengan potongan butter dan gula pasir.
  6. Selamat makan!

Bisa juga ditaburi bubuk kayumanis atau bubuk cacao. Bisa juga menambahkan vanilla extract ke campuran telur susu dan gula untuk menambahkan aroma.

Kalau ada pisang, bisa masak pisang di teflon sampai agak caramelised lalu sajikan di atas Pain Perdu.. Hmmmm.. Yummy!

Selamat mencoba ya!

Bon Appétit !

Xx – Sarah

Article : Tribun Jogja September 22, 2016

Mengetahui bagaimana makanan/minuman yang kita konsumsi itu penting. Ketika sudah tahu, atau kurang lebih tahu lah, kemudian keputusan untuk mengkonsumsi atau tidak ada pada kita, but at least kita sudah mencari tahu dan mempertimbangkannya.

Lalu pertanyaan berikutnya yang muncul adalah: “bagaimana kita bisa tahu mana yang baik untuk kita dan mana yang tidak??”. Di sini “PR”/tugas dari kita masing-masing untuk memahami tubuh kita. Itu adalah sebuah proses, not easy, but important to be understood, .. Itu yang kita suka tidak punya kendali; kita mengikuti emosi sesaat saja yaitu makan untuk merespon emosi yang dangkal. Lalu makan makanan yang tidak sehat makin menambah lapisan yang menyulitkan kita untuk merasakan apa yang sebenarnya tubuh kita inginkan/perlukan.

Saya sendiri masih suka makan tidak/kurang sehat, tetapi mencoba untuk menyadarinya dan kemudian “minta ampun” dan kembali ke yang benar (hehehe), karena saya merasakan bahwa yang saya makan itu tidak terasa enak untuk tubuh saya. It’s no big deal, itu bagian dari balancing atau mengimbangi. We need to balance out things in life, we need to socialize, to adjust ourself to others, tapi yang penting kita tetap sadari semua itu.

Bumbu itu menyenangkan dalam memasak, tetapi kita terkadang jadi lupa dengan rasa asli bahan makanan, apalagi dengan bumbu kimia yang bahkan kita bingung terbuatnya dari apa. Belajar tentang rasa itu penting dan sangat menarik. Seperti yang saya katakan di dalam artikel ini, ketika memasak saya seperti melakukan problem solving di kepala : A + B + C = pasti enak deh. F +H + Z = noooo!

Saya bukan ahli gizi/kesehatan. Saya hanya belajar dari pengalaman dan memang ada beberapa hal teoritis yang perlu diketahui ketika memasak dan itu saya masih terus belajar. Kalau teori begitu memang belajarnya dari orang lain, buku dan sebagainya. Hal-hal teoritis atau “hukum memasak” seperti penggunaan minyak saat memasak; tidak semua minyak cocok dan sehat ketika kena panas. Bagaimana kita memasak sayur agar kandungan di dalamnya tidak hilang. Semua itu memang perlu dipelajari untuk melengkapi konsep sehat kita. Dan perlu diingat bahwa masing-masing dari kita berbeda dan berada di tahap yang berbeda juga. Jangan pernah boleh minder, but keep on doing what’s good for you at the moment, feel what you need.

Good night

XOXO – Sarah

 

Check out the article here :

Artikel Sarah Diorita Tribun Jogja

 

Sarah Berbagi Pengetahuan Makanan Sehat

Kamis, 22 September 2016 15:26
Sarah Berbagi Pengetahuan Makanan Sehat
TRIBUNJOGJA.COM | Hamim Thohari
Sarah Diorita

Laporan Reporter Tribun Jogja, Gaya Lufityanti

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Dalam hidup, Sarah Diorita memiliki komitmen untuk berbagi mengenai pengetahuan yang ia miliki.

Termasuk soal makanan sehat yang kini menjadi ketertarikannya.

Visi untuk berbagi makanan sehat ini terwujud dalam bisnis kulinernya, Lokaloka Bistro yang tengah berjalan 2,5 tahun belakangan ini.

Melalui Lokaloka Bistro, Sarah ingin memperkenalkan menu-menu sehat yang bisa dimasak sendiri di rumah namun tetap enak disantap.

”Saya ingin berbagi ke orang bahwa makanan sehat itu juga bisa enak kok,” kata pehobi membaca dan mendengar musik ini.

Sarah melihat bisnis kulinernya ini akan menjadi bisnis jangka panjang dengan memiliki visi Lokaloka Bistro sebagai tempat pertemuan, laboratorium sekaligus tempat orang-orang berbagi koneksi maupun pengetahuan.

”Saya ingin tempo perjalanan Lokaloka Bistro ini sesuai tarikan nafas saya sendiri. Karena bisnis ini sangat personal bagi saya, sehingga perkembangannya pun disesuaikan dengan kemampuan saya,” tambahnya.

Kebiasaan memasak sendiri di rumah yang sudah diperkenalkan keluarganya sejak kecil, menjadi modal tersendiri bagi Sarah untuk hidup sehat maupun menjalani bisnis kulinernya.

Sang ibu yang ahli memasak dengan minim bumbu, mengajarkannya banyak hal, terutama ia jadi mengetahui rasa asli bahan makanan tersebut.

”Berkat kebiasaan itu, aku seolah punya kamus rasa, sehingga ketika mau masak masakan tertentu Cuma tinggal bayangkan saja hasilnya akan seperti apa,” lanjutnya.

Ke depan, Sarah berencana ingin berbagi pengalamannya lewat makanan melalui Blog.

Tidak hanya pengalaman selama ia di Yogyakarta, melainkan juga di Perancis.

Blog sendiri dipilih karena ia bisa berkreasi dengan bebas dan berbagi baik melalui tulisan maupun video. (tribunjogja.com)