#TheCandras France Trip 2016

dscf2115


Hello!

I know, I know, I’m not yet used to posting on time, but I will certainly get there soon..

Ok so, some of you must have noticed that “last year”, around November-December 2016 my husband, Pitu and I had the chance to visit my “kampung halaman” or my other home which is France. This time was super fun, because it was actually the first time we all three of us (Eross, Pitu and I) went to France together.

I used to go there every year before I got married, but after that it has been more difficult and of course we didn’t have many opportunities to go there. So after Eross and I got married, we went there, that was in 2009.

And then, when Pitu was 6 months, I went to France with him, just the two of us. After that we went back there again just the two of us as well, I don’t exactly remember when was it, but a little bit more than three years from now. That last trip was quite moving because we when there especially to visit my grandmother who was getting sick. And yes, not long after we went back to Indonesia, she passed away.. So, yes that was really hard for me especially I loved her so much, I still do :). But I’m grateful that the Pitu and I had the opportunity to see her.

So, after three years, which is quite some time for me not to go back to France, we finally made it all the three of us!

I was so happy to be able to see the family, the daily life in France, many places, and of course for Pitu it was the first time he saw snow! We also stayed there for a good time, giving us the chance to see Paris, Lyon, Châtenay, Combloux (near Chamonix, to see the snow) and Orleans. Thank you to all friends and family who welcomed us so well, it was a really sweet memory.. Merci Mamido (Dominique), my aunt, who took us to Combloux to see the snow, even though it was pretty challenging since there was not much snow; it snowed two weeks before but no snow later, so we were pretty lucky. Merci Tante Colette who was so sweet, and welcomed us in her house with a magnificent view!

We had a family gathering in order to remember my beloved grandmother. We saw almost all my cousins, aunts and uncles. We spent a really nice time with my grandfather, so happy to see him doing well and in good shape for his age! I’m so grateful and can’t thank him enough. And my mother was there as well, arranged everything for us; it was really nice (I keep on saying this but it was, it really was) to be with her as well there. So yea, it was really really nice (I say it again!). Anndd we had 3 weeks of almost every day super nice weather; it was cold but sunny, and we couldn’t ask for better!

Walking was such a pleasure for us, since here in Indonesia we are quite dependent on our personal vehicle (car and motorcycle). Actually Pitu, our son, really enjoyed walking and taking the public transportations. The number of things to do and see is just unbelievable, so many museums (free and with a fee), many great free playgrounds for kids. In Lyon, there’s even a City Zoo called “Parc de la Tête d’Or”, there are animals and the place is so huge, open air. It’s just great! I have to say that we miss that in here, Jogja. Anyway, for me it was personally a very nice come back. For Pitu, I think and hope he learned a lot and saw another part, another way how people live. Travelling and seeing how other people live, the cultures, etc it’s such an important experience for then to have respect towards others. I hope we can go back soon and see other beautiful parts of France.

So, here are some pictures taken during our trip (some taken with a real camera and some with my phone, so sorry for the not so good quality).. I’m still working on the vlog but I will update you all soon when it’s done and uploaded on my YouTube Channel. In the mean time, you can subscribe to my YouTube Channel :

Sarah Diorita YouTube Channel

Enjoy! Bisous Xoxo

PS : I’m writing in english so that all can understand, even friends and families on the other side of the planet.


dscf1801dscf1805dscf1851dscf1947dscf1953dscf1963dscf1965dscf2043dscf2102dscf2103dscf2104dscf2107dscf2116dscf2119dscf2162dscf2175

“Pain Perdu” aka French Toast

Halo!

Maafkan saya ya, sudah lama sekali tidak mengisi blog saya ini.. So much things to do, new opening hours at Lokaloka Bistro jadi banyak yang harus disiapkan dan dimatangkan. Tidak terasa sudah 2.5 tahun sejak Lokaloka Bistro berdiri.. Progress nya mungkin tidak secepat itu tetapi Alhamdulillah banget bisa saya jalani dengan ritme saya pribadi, mengimbanginya dengan tugas utama saya sebagai seorang ibu dan istri. Saya ingat di awal memang jauh lebih “gila” daripada sekarang, ya namanya juga apa-apa saya kerjakan sendiri (recipe development, jualan, itung-itung, mikir ke depannya dan banyak lainnya), but no complaining.. The progress that Lokaloka Bistro has made is making me proud of all the people who are involved in it (terimakasih ya Team Lokaloka Bistro dan Café LIP Lokaloka!). Dukungan ibu, suami, anak dan keluarga saya menjadi salah satu berkah yang setiap saat saya syukuri.

I think being a wife and a mom doesn’t mean you gotta stop doing what you love.. It’s not easy but you must find the balance. Itu sebuah pilihan menurut, nothing wrong with all the different decisions moms and wives make. Every decisions have consequences 🙂

Menurut saya, memiliki “me time” itu penting; sebagai manusia yang punya perasaan dan juga otak penting untuk terus belajar.. Menurut saya itu justru membuat hubungan rumah tangga semakin harmonis; sama-sama belajar dan berbagi pengetahuan baru, and most importantly, di situ kita makin mengenal satu sama lain dan together we grow.. Couples support each but also remind one another. Couples should be grateful and happy to see both of them learning from each other. Itu yang membuat kita fall in love over and over again.. The beauty in a couple is that we might have some different passions but we know we have each other to support our back, bukan berarti terus misal suami saya harus nyemplung dan ikut belajar masak tetapi melihat saya enjoy di bidang itu dia juga ikut bahagia dan mendukung. Begitu juga saya, pengetahuan tentang musik, gitar dan lainnya yang digeluti suami, saya tidak paham semuanya. But I know that’s what he truly loves doing so it makes me happy; bahagia melihat pasangan kita berkembang.

Begitu juga dengan anak, saya cenderung mengajak anak untuk juga ikut serta dalam aktifitas saya ketika memungkinkan. Menurut anak juga bisa belajar sejak mungkin usia toddler, bahwa orang-orang di sekitarnya juga memiliki aktifitas lainnya. Tidak hanya dia bisa belajar banyak hal lainnya tetapi juga membuatnya lebih mandiri dan menghargai keberadaan orang lain. Selain itu, anak jadi lebih fleksibel dan mampu menyesuaikan diri dengan lebih mudah. All this done with lots of love of course. I learned this from my mom and Alhamdulillah Pitu adalah anak yang termasuk sangat mudah dan menyenangkan.

But knowing your priorities is your boundary; dengan mengetahui prioritas kita serta tanggung jawab kita maka kita kemudian bisa menentukan bagaimana mengerjakan semua itu dan membagi waktu dengan tepat. Not easy, moms wives must know.. But it’s part of learning and it is possible.. Saya pun masih terus belajar dan masih harus banyak belajar, it’s also a process, we explore and also get to know ourself, kita mau ngapain selama hidup ini, what’s our purpose in life. Semangat ya para ibu dan istri! Juggling is our job.. Just know your priorities to stay on balance.


Anywayyyy… Saya ingin sekali berbagi resep-resep praktis, mudah dan sehat.. Pelan-pelan ya, doakan bisa lebih sering lagi..

Ini salah satu resep andalan sarapan di #theCandras :

PAIN PERDU atau mungkin lebih dikenal orang “French Toast”

Processed with MOLDIV

OK, so PAIN PERDU bahasa Prancis itu artinya “Roti yang Hilang”.. My guess would be mungkin “hilang” karena dibalut campuran susu dan telur itu kali yaa..

Ini resep yang andalan ketika punya roti yang mungkin udah beberapa hari, kalau dimakan begitu saja sudah kehilangan kelembabannya (tapi bukan kadaluarsa yaaa hehehe).

It tastes sooo good! Pitu is one big fan! Cepat dan cocok untuk sarapan.

Intinya ini adalah roti dicelup ke dalam campuran basis telur, susu dan gula. Banyak sekali tambahan yang bisa digunakan untuk membuatnya sedikit berbeda.


– PAIN PERDU –

Bahan-bahan :

1 Telur ayam kampung

1/2 cup susu

1 1/2 tbsp (sdm) gula pasir

Roti tawar (bisa juga roti lainnya)

CARA :

  1. Kocok telur, susu dan gula sampai tercampur semua.
  2. Panaskan teflon (api kecil-sedang saja) dan oleskan minyak nabati tak berbau (canola/sunflower oil) dan tambah sedikit butter (this makes a great brown color and it’s super tasty!)
  3. Celup 1 lembar roti ke dalam campuran basah tadi. Pastikan semua sisi terkena campuran telur, susu dan gula.
  4. Masak di teflon hingga sisi bawah kecoklatan. Kemudian balik dan masak sisi satunya
  5. Sajikan dengan potongan butter dan gula pasir.
  6. Selamat makan!

Bisa juga ditaburi bubuk kayumanis atau bubuk cacao. Bisa juga menambahkan vanilla extract ke campuran telur susu dan gula untuk menambahkan aroma.

Kalau ada pisang, bisa masak pisang di teflon sampai agak caramelised lalu sajikan di atas Pain Perdu.. Hmmmm.. Yummy!

Selamat mencoba ya!

Bon Appétit !

Xx – Sarah

Article : Tribun Jogja #theCandras

Iya, memang ada beberapa perbedaan antar budaya ya.. Hanya perlu cari keseimbangan aja, gimana caranya supaya kedua budaya dapat selaras, bagaimana kita juga pandai menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.. Balancing both cultures for getting the best of it.. 🙂

Check out the article here:

Artikel Tribun Jogja

Begini Cara Istri Eross Candra Sheila on 7 Membudayakan Makan Sayur dan Buah

Kamis, 22 September 2016 15:21
Begini Cara Istri Eross Candra Sheila on 7 Membudayakan Makan Sayur dan Buah
TRIBUNJOGJA.COM | Hamim Thohari
Sarah Diorita

Laporan Reporter Tribun Jogja, Gaya Lufityanti

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Dibesarkan di dua budaya, membentuk Sarah Diorita menjadi sosok yang mandiri.

Memiliki orangtua seorang ibu berwarga kenegaraan Prancis dan ayah berwarga kenegaraan Indonesia, Sarah lahir di Yogyakarta, sempat menempuh masa kecil di Prancis, dan kini ia banyak menghabiskan waktunya di Yogyakarta.

Budaya Prancis dan Indonesia yang berbeda, membuat Sarah banyak belajar dan memadukan keduanya di kehidupan sehari-hari.

Tak jarang, budaya keduanya sangat bertolak belakang, sehingga Sarah pun mengambil jalan tengah untuk diikutinya.

Budaya makan misalnya, Prancis sangat konvensional untuk urusan makan sekeluarga di meja makan.

Bahkan, mereka bisa berlama-lama di meja makan, hanya untuk menyantap makanan dan bercakap dengan seluruh anggota keluarga.

”Makan di meja makan itu lebih menekankan pada aspek sosialnya, yakni berbicara dan menikmati makanan,” ujar Sarah saat ditemui di Lokaloka Bistro, Kamis (15/9/2016) lalu.

Namun berlama-lama di meja makan tidak menjadi budaya yang mengakar di Indonesia, sehingga iapun harus mengimbangi kebiasaan tersebut.

Sejak bersuamikan Eross Candra, Sarah memang merutinkan makan di atas meja makan minimal sekali dalam sehari.

Namun sesekali juga, Sarah memberikan waktu santai pada keluarganya untuk makan sambil menonton televisi bersama-sama.

Memasak

Budaya memasak sendiri juga dibawanya ke keluarganya di Indonesia.

Halaman

123

 

Article : Tribun Jogja September 22, 2016

Mengetahui bagaimana makanan/minuman yang kita konsumsi itu penting. Ketika sudah tahu, atau kurang lebih tahu lah, kemudian keputusan untuk mengkonsumsi atau tidak ada pada kita, but at least kita sudah mencari tahu dan mempertimbangkannya.

Lalu pertanyaan berikutnya yang muncul adalah: “bagaimana kita bisa tahu mana yang baik untuk kita dan mana yang tidak??”. Di sini “PR”/tugas dari kita masing-masing untuk memahami tubuh kita. Itu adalah sebuah proses, not easy, but important to be understood, .. Itu yang kita suka tidak punya kendali; kita mengikuti emosi sesaat saja yaitu makan untuk merespon emosi yang dangkal. Lalu makan makanan yang tidak sehat makin menambah lapisan yang menyulitkan kita untuk merasakan apa yang sebenarnya tubuh kita inginkan/perlukan.

Saya sendiri masih suka makan tidak/kurang sehat, tetapi mencoba untuk menyadarinya dan kemudian “minta ampun” dan kembali ke yang benar (hehehe), karena saya merasakan bahwa yang saya makan itu tidak terasa enak untuk tubuh saya. It’s no big deal, itu bagian dari balancing atau mengimbangi. We need to balance out things in life, we need to socialize, to adjust ourself to others, tapi yang penting kita tetap sadari semua itu.

Bumbu itu menyenangkan dalam memasak, tetapi kita terkadang jadi lupa dengan rasa asli bahan makanan, apalagi dengan bumbu kimia yang bahkan kita bingung terbuatnya dari apa. Belajar tentang rasa itu penting dan sangat menarik. Seperti yang saya katakan di dalam artikel ini, ketika memasak saya seperti melakukan problem solving di kepala : A + B + C = pasti enak deh. F +H + Z = noooo!

Saya bukan ahli gizi/kesehatan. Saya hanya belajar dari pengalaman dan memang ada beberapa hal teoritis yang perlu diketahui ketika memasak dan itu saya masih terus belajar. Kalau teori begitu memang belajarnya dari orang lain, buku dan sebagainya. Hal-hal teoritis atau “hukum memasak” seperti penggunaan minyak saat memasak; tidak semua minyak cocok dan sehat ketika kena panas. Bagaimana kita memasak sayur agar kandungan di dalamnya tidak hilang. Semua itu memang perlu dipelajari untuk melengkapi konsep sehat kita. Dan perlu diingat bahwa masing-masing dari kita berbeda dan berada di tahap yang berbeda juga. Jangan pernah boleh minder, but keep on doing what’s good for you at the moment, feel what you need.

Good night

XOXO – Sarah

 

Check out the article here :

Artikel Sarah Diorita Tribun Jogja

 

Sarah Berbagi Pengetahuan Makanan Sehat

Kamis, 22 September 2016 15:26
Sarah Berbagi Pengetahuan Makanan Sehat
TRIBUNJOGJA.COM | Hamim Thohari
Sarah Diorita

Laporan Reporter Tribun Jogja, Gaya Lufityanti

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Dalam hidup, Sarah Diorita memiliki komitmen untuk berbagi mengenai pengetahuan yang ia miliki.

Termasuk soal makanan sehat yang kini menjadi ketertarikannya.

Visi untuk berbagi makanan sehat ini terwujud dalam bisnis kulinernya, Lokaloka Bistro yang tengah berjalan 2,5 tahun belakangan ini.

Melalui Lokaloka Bistro, Sarah ingin memperkenalkan menu-menu sehat yang bisa dimasak sendiri di rumah namun tetap enak disantap.

”Saya ingin berbagi ke orang bahwa makanan sehat itu juga bisa enak kok,” kata pehobi membaca dan mendengar musik ini.

Sarah melihat bisnis kulinernya ini akan menjadi bisnis jangka panjang dengan memiliki visi Lokaloka Bistro sebagai tempat pertemuan, laboratorium sekaligus tempat orang-orang berbagi koneksi maupun pengetahuan.

”Saya ingin tempo perjalanan Lokaloka Bistro ini sesuai tarikan nafas saya sendiri. Karena bisnis ini sangat personal bagi saya, sehingga perkembangannya pun disesuaikan dengan kemampuan saya,” tambahnya.

Kebiasaan memasak sendiri di rumah yang sudah diperkenalkan keluarganya sejak kecil, menjadi modal tersendiri bagi Sarah untuk hidup sehat maupun menjalani bisnis kulinernya.

Sang ibu yang ahli memasak dengan minim bumbu, mengajarkannya banyak hal, terutama ia jadi mengetahui rasa asli bahan makanan tersebut.

”Berkat kebiasaan itu, aku seolah punya kamus rasa, sehingga ketika mau masak masakan tertentu Cuma tinggal bayangkan saja hasilnya akan seperti apa,” lanjutnya.

Ke depan, Sarah berencana ingin berbagi pengalamannya lewat makanan melalui Blog.

Tidak hanya pengalaman selama ia di Yogyakarta, melainkan juga di Perancis.

Blog sendiri dipilih karena ia bisa berkreasi dengan bebas dan berbagi baik melalui tulisan maupun video. (tribunjogja.com)

#theCandras Trip to Pasar Kranggan

Halo!

Jadi inilah post pertama di blog pribadi saya ini. Saya akan mencoba untuk rajin menulis dan bercerita seputar keluarga, masakan, travelling dan lain-lainnya yang ingin saya bagikan ke teman-teman semua.

Sudah cukup lama sebenarnya kami tidak main ke pasar tradisional. Entah kenapa, karena sayang sekali, selain harga jauh lebih rendah, banyak pilihan dan ada sensasi tersendiri; bertemu penjualnya langsung, bisa tanya-tanya, sungguh ada interaksi yang mungkin tidak kita dapatkan ketika ke supermarket. Memories of childhood definitely comes back when going to a traditional market. Mungkin karena termasuk jarang sehingga ketika ke sana maka senang dan kalapnya luar biasa. Justru dulu saat kecil lebih sering ke Pasar karena mungkin mall dan supermarket belum menjamur seperti sekarang. Banyak sekali tempat-tempat indah dan menarik yang dapat didatangi di Jogja.. Hopefully lebih banyak kesempatan lain untuk explore sudut-sudut Jogja bersama keluarga.. 🙂 Silakan kalau ada info tempat atau hal menarik yang bisa dilakukan #theCandras di Jogja yaa..

Jadiii, pada hari itu, usai menjalankan ibadah Idul Adha, kami berjalan-jalan sambil mencari ide sarapan. Kemudian kami teringat pada jajanan pasar dan memutuskan untuk ke Pasar Kranggan yang ada di dekat Tugu. Tidak semua penjual datang, mungkin karena tanggal merah ya.. Walau demikian kami sekeluarga sangat menikmati momen di sana.

Sebenarnya di dekat Pasar Kranggan ada satu toko kue dan jajanan pasar yaitu Trubus. Kami lebih sering ke situ jika dibandingkan dengan pasar tradisional, kenapa ya? Anyway, kami parkir dan masuk ke dalam pasar. It’s amazing how organised sellers are at traditional markets. They know exactly what to bring, how to prepare etc. Masih thumbs up dan salut sekali untuk para penjual di pasar ketika mengingat momen tersebut.

Apa saja dijual di pasar tersebut. Tiap pasar memang berbeda; Pasar Kranggan termasuk salah satu yang menurut saya sangat lengkap apalagi untuk jajanan pasar dan snack. Mulai dari makanan tradisional sampai ke snack yang modern tapi “jadul” ada.

Yang paling dicari sebenarnya adalah Jenang (bubur) Gempol, favorit Ayah Eross. Kemudian juga Tiwul dan Lupis. It was good! A fun fun activity to do with family or friends.

Bagaimana dengan teman-teman? Jika disuruh pilih, lebih senang ke pasar tradisional atau ke supermarket? Atau mungkin dua-duanya? Yang pasti pasar tradisional adalah tempat yang menyenangkan sekali dan memiliki suasana yang tidak bisa tergantikan oleh supermarket..

Happy weekend!